Penulis : Wiwid Prasetiyo
Jumlah Halaman :
295
Sinopsis Buku
Seorang
gadis kecil bernama Wu tak pernah menyangka kehadirannya di istana akan
bersambut malapetaka. Istana sebagai tempat terhormat dan hadir dalam benak Wu
sebagai taman surga yang indah berubah sejak ia akhirnya harus dipergundik
dengan beberapa tradisi yang menyakiti dirinya. Ternyata di dalam istana yang
terlihat indah itu bersarang tradisi yang tak manusiawi di mana wanita harus
dibebat kakinya dengan sepatu kecil hingga tulang-tulangnya patah karena harus
menyesuaikan dengan sepatu kecilnya.
Istana
punya pandangan tersendiri tentang kecantikan, cantik itu mungil, cantic itu
terlihst dari cara berjalan yang berlenggak-lenggok karena menggunakan sepatu
kecil sambal meringis kesakitan. Itulah yang disukai. Akan tetapi, itu
merupakan penderitaan tersendiri bagi Wu sebab selama berada di istana itu
pulalah sepatu itu harus terus dipakai. Sepatu yang diatasnya terdapat bunga
seroja.
Sementara
itu, seorang pemuda biasa yang jatuh cinta pada pandangan pertama berusaha
menelusuri jejak Wu hingga akhirnya Wu berusaha melarikan diri, mampukah pemuda
itu menyelamatkannya? Seorang pemuda biasa melawan penjagaan ketat dan hadangan
prajurit-prajurit kekar. Hanya cinta yang akan menguji kekuatan tekad mereka.
Kutipan Didalam Buku
“Jika semua orang berpikir keindahan wanita berasal dari wajah, mereka
salah. Bagi kami, keindahan wanita berasal dari cara jalannya yang berlenggak
lenggok. Padahal lenggak lenggok iru berasal dari penderitaan, harus menahan
sakit karena kakinya yang mengenakan sepatu kecil dan jari jemarinya di
tekuk-tekuk sampai patah”.
Review Buku
Novel ini membawa kita sebagai pembaca ke zaman pemerintahan kekaisaran
China yang memang cukup terkenal dengan cerita-ceritanya yang melegenda. Di
sini kita akan di suguhkan suatu cerita tentang tradisi China yang vukup
terkenal dan di percaya hal itu harus di lakukan oleh wanita-wanita China pada
zaman dulu. Tradisi itu adalah menekuk telapak kaki wanita sehingga berbentuk
bunga lotus, tradisi ini di percaya akan membuat sih wanita lebih cantic karena
cara berjalan mereka yang seperti lenggak lenggok dengan kaki mungil yang di
balut dengan sepatu ukuran kecil. Sepatu kecil itu memiliki ciri khas
tersendiri karena selain berukuran kecil sepatu tersebut memiliki bordiran
cantik bunga-bumga di bagian depannya sehingga siapapun yang menggunakannya
akan menjadi lebih cantik dan anggun. Tetapi yang tidak di ketahui oleh semua
orang yang melihatnya adalah penderitaan sih wanita yang harus di tekuk
telapaknya lalu di bebat sepanjang hidupnya bahkan saat berjalan dengan sepatu
kecilnya yang cantik. Sih penulis novel ini benar-benar membawa kita sebagai
pembaca ke dunia sisi lain dari sebuah tradisi yang di percayai dan di yakini
menjadi berkah serta keharusan oleh semua wanita. Tokoh di novel ini bernama Wu
Ying.
Wu Ying di cerita ini adalah seorang anak perempuan cantic yang terlahir di
sebuah keluarga miskin, karena ibu Wu Ying tidak tega melihat anaknya selalu
menderita kelaparan sehingga Mei Yan (Ibu Wu Ying) terpaksa mengajukan anaknya
untuk di nikahi oleh Tang Tsu Chi yang menjabat sebagai gubernur. Pada saat itu
sang gubernur Tang sedang mencari seorang wanita cantik untuk di nikahi sebagai
permaisuri karena permaisuri Giok Liong telah meninggal sehingga sang gubernur
kesepian dan menderita, maka oleh karena hal inilah di cari wanita yang
berwajah cantik untuk mendampingi sang gubernur. Mei Yang membawa Wu Ying ke
pasar malam untuk melihat kemeriahan saja karena Mei Yang tidak mempunyai uang
untuk membeli apapun tetapi Wu Ying melihat boneka jerami yang sangat ia sukai
sehingga meminta di belikan tetapi karena tidak punya uang terpaksa di tolak
oleh Mei Yang. Sih penjual boneka jerami yang merupakan pria muda memberikan
secara gratis kepada Wu Ying karena merasa kasihan dan pria muda yang bernama
Sui Chen tersebut selalu terbayang wajah cantik Wu Ying hingga akhirnya ia
mencoba menunggu di lapak berjualannya terus menerus yang hasilnya nihil hingga
akhirnya ia memutuskan untuk pergi mencari wanita cantik tersebut yang pada
saat itu pun ia tidak mengetahui siapa namanya.
Setelah melakukan pencarian yang lama akhirnya Sui Chen mendapatkan petunjuk
di mana tempat keberadaan sih pujaan hati, yaitu kediaman kelaurga gubernur
Tang. Tetapi karena ia terus berjalan hingga ia pingsan dan akhirnya di tolong
oleh salah satu juru masak di kediaman gubernur Tang yang bernama Xin Biao yang
kebetulan memang membutuhkan juru masak tambahan karena tugas mereka sangat
berat tetapi jumlahnya mereka sangat sedikit sehingga Sui Chen diajak untuk
bekerja disana, betapa senangnya ia akhirnya sebenentar lagi dapat bertemu
dengan wanita pujaan hatinya tersebut. Tetapi yang tidak diketahui oleh Sui Chen
adalah betapa menderitanya sang pujaan hatinya dan betapa berbahayanya dirinya
sendiri karena Xin Biao belum memberitahukan semua cerita keseluruhan tentang
kejadian sebelumnya saat permaisuri Giok Liong meninggal. Ibu suri menutupi
kenyataan dengan cerita yang ia karang untuk menutupi keborokan keluarga
gubernur Tang. Ibu suri sendiri adalah orang yang sebenar-benarnya menggerakan
pemerintahan sang anak (gubernur Tang) karena ia tegas dalam mengambil dan
memutuskan apa yang harus di lakukan dan apa yang tidak boleh di lakukan.
Saat Wu Ying masuk ke dalam kediaman gubernur Tang, ia sangat bahagia dan
merasa hidupnya akan bahagia tetapi ternayata itu adalah sebuah harapan saja
yang tidak akan terkabul. Ibu suri memulai suatu tradisi kepada Wu Ying sebelum
ia benar-benar menjadi istri sang gubernur. Tradisi itu di mulai dengan
memotong kuku-kuku kaki lalu kakinya di rendam dengan bunga-bunga dan saat itu
sang pelayan yang sudah terbiasa melakukan tradisi itu mulai mencabut kuku-kuku
kaki satu per satu dan tulang kaki tersebut mulai di patahkan lalu di tekuk ke
dalam hingga menyentuh telapak kaki, telapak kaki tadi di tekuk lagi hingga
menyentuh tumit dan sentuhan terakhirnya adalah kaki itu kemudian di bebat
dengan kain putih yang sangat kuat hingga tekukannya tidak bergeser sedikitpun
baru setelah itu sebuah kaos kaki di sematkan di kakinya sebelum nantinya di
sempurnakan oleh sebuah sepatu kecil berhias bunga seroja. “Dengan sepatu ini kakimu akan
tampak lebih indah”. Wu Ying yang masih kaget dengan kakinya ia mulai
memaki dan bertanya-tanya “Bagaimana bisa ia menikmati sepatu indah
kalua di dalamnya tersimpan kaki yang menderita, kaki yang kuku-kukunya di
cabut dan tulang-tulangnya di patahkan”.
Setelah kejadian itu Wu Ying tetap berada di atas Kasur karena menahan rasa
sakit di kakinya bahkan Wu Ying pun pasrah bila ia tidak bisa berjalan kembali.
Hari-hari berikutya Wu Ying mulai menerima keadaannya sekarang dan pasrah harus
menjadi permaisuri gubernur Tang yang cantik dan anggun dengan mematahkan
kakinya. Yang membuat dirinya lebih kecewa lagi adalah sang gubernur tidak sama
sekali menolak dan melarang hal ini yang menurut sang gubernur ini adalah suatu
tradisi yang harus di lestarikan. Di saat Wu Ying putus asa dan merasa merasa
hidupnya lebih buruk dari orang-orang lain yang hidup merana di luar sana,
bertemulah kembali ia dengan sang penjual boneka jerami dan mereka mulai
berbincang secara sembunyi-sembunyi karena sangat berbahaya bila sampai di
ketahui oleh orang lain. Karena hal ini di lakukan secara terus menerus hingga
akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin hubungan dan Sui Chen mulai mencari
cara untuk membawa kabur Wu Ying. Saat Wu Ying mengetahui niat Sui Chen, Wu
Ying sangat bahagia dan hidup kemabli tetapi Sui Chen meminta Wu Ying untuk
tetap bersabar karena rencana tersebut harus benar-benar matang. Hari
pernikahan Wu Ying dengan gubernur Tang akhirnya diadakan dengan mewah dan
semua orang boleh datang melihat. Disaat inilah Sui Chen akan membawa pergi Wu
Ying saat keadaan panic karena gubernur Tang akan meninggal saat meminum racun
yang ada di salah satu makanannya, tetapi apa yang di rencanakan Sui Chen
musnah saat sang subernur tetap hidup dan pernikahan telah sah di lakukan.
“Tiba-tiba aku merasa rindu pada kematian, bagaimana seandainya kematian itu
datang menghampiri, akan terlepas semua beban, akan terlepas semua penderitaan.
Aku akan menjadi orang yang paling berbahagia karena bisa mengakhiri semua
masalah yang ada di dunia ini. Bukankah kematian adalah muara dari semua
keadilan dan pertanggungjawaban perbuatan? Mereka yang terfitnah dan mati
karena fitnahnya akan di balas sesudah mati, Oh…. Betapa aku rindu akan
kematian….”.
Dari novel ini kita dapat belajar bahwa keberanian menolak untuk sesuatu hal
yang hanya dapat menyiksa salah satu pihak adalah suatu hal yang mutlak di
lakukan. Apakah dengan memiliki kekayaan akan membuat diri kita bisa bahagia
dan kita dapat belajar juga bila ingin melakukan suatu hal jamgan pernah
menundanya. Novel ini bisa di baca oleh semua umur karena kita sebagai pembaca
akan benar-benar di bawa ke dalam suatu suasana yang entah mengapa hal ini bisa
terjadi. Pembaca akan merasakan kesedihan, kesenangan semu, penderitaan, rasa
cinta, dendam dan tidak berdayanya seorang wanita.
Rating
Note : Ini hanya rating yang kami berikan yah, Rating bisa naik atau turun yah. Selamat membaca yah ☺❤ |
No comments:
Post a Comment